Oknum Pengacara Di cianjur Diduga Gunakan Percetakan Hikmah Grafika untuk Akali Pemalsuan Akta Cerai

Sf.info.Cianjur – Dunia hukum kembali tercoreng dengan munculnya dugaan pemalsuan dokumen negara yang melibatkan seorang oknum pengacara di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Skandal ini mencuat setelah seorang warga bernama Sapei bin Aceng mengungkap bahwa dirinya menjadi korban penipuan dokumen akta cerai palsu yang mencatut nama resmi Pengadilan Agama Cianjur. Dugaan ini makin kuat setelah pihak pengadilan menyatakan secara resmi bahwa dokumen yang diterima korban tidak pernah tercatat di sistem mereka.

Kasus ini bermula ketika Sapei mengaku telah menyerahkan uang sebesar Rp10 juta kepada seorang perempuan bernama Mirnawati S.H., M.H., yang mengaku sebagai pengacara. Uang tersebut diberikan untuk mengurus proses perceraian Sapei dengan istrinya, Tati binti Jajang. Mirnawati menjanjikan proses hukum yang cepat dan tanpa ribet. Namun, selama berbulan-bulan tidak ada panggilan sidang atau pemberitahuan resmi dari pengadilan. Sebaliknya, Sapei justru diarahkan ke sebuah percetakan di Kota Cianjur bernama Hikmah Grafika untuk mengambil dokumen yang disebut sebagai akta cerai resmi.

“Saya diminta datang ke percetakan Hikmah Grafika, katanya akta cerainya sudah jadi. Awalnya saya percaya, karena suratnya tampak seperti resmi dan ada kop Pengadilan Agama. Tapi saat saya mau mendaftarkan pernikahan baru, justru pihak pengendalian menyatakan dokumen itu tidak sah dan tidak terdaftar,” ungkap Sapei dengan nada geram, saat diwawancarai wartawan, Rabu (23/7/2025).

Kebenaran mulai terungkap setelah Sapei meminta klarifikasi ke Pengadilan Agama Cianjur. Melalui surat resmi bernomor 710/PAN.PA.W10-A13/HK2.6/V/2025 tertanggal 7 Mei 2025, pihak pengadilan menyatakan bahwa nomor perkara 4691/Pdt.G/2025/PA.Cjr dan akta cerai nomor 8018/AC/2025/PA.Cjr yang tercantum dalam dokumen tersebut tidak pernah terdaftar dalam Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP). Surat klarifikasi tersebut ditandatangani secara elektronik oleh Panitera Wahidah dan dilengkapi dengan sertifikat dari Balai Sertifikasi Elektronik (BSrE), memperkuat validitasnya sebagai bukti hukum.

Pihak percetakan Hikmah Grafika pun mengaku tidak mengetahui bahwa dokumen yang mereka cetak adalah palsu. Nurlela, perwakilan percetakan, menjelaskan bahwa pihaknya hanya menerima file dalam format PDF yang dikirimkan oleh seseorang yang mengaku sebagai Mirnawati melalui aplikasi pesan.

“Ibu itu mengirim file PDF tiga kali untuk dicetak, biayanya sekitar lima puluh ribu rupiah, sudah termasuk map dan jasa cetak. Semua transaksi dilakukan lewat chat dan transfer via aplikasi Dana. Saya tidak tahu kalau itu dokumen palsu. Saya sempat kaget saat ada orang datang marah-marah, bahkan ada yang berseragam TNI, menanyakan soal akta cerai tersebut,” jelas Nurlela.rabu 23/7/2025)

Kasus ini menjadi sorotan tajam karena menyangkut pemalsuan dokumen negara, yang diatur dalam Pasal 263 KUHP tentang Pemalsuan Surat. Ancaman hukuman maksimal untuk pelanggaran ini adalah enam tahun penjara. Terlebih lagi, akta cerai merupakan dokumen legal yang mempengaruhi status hukum perdata seseorang. Pemalsuan semacam ini tidak hanya merugikan korban secara materi, tetapi juga berpotensi menciptakan kekacauan hukum, terutama dalam urusan pernikahan dan hak-hak sipil lainnya.

Pihak Pengadilan Agama Cianjur melalui keterangannya menghimbau masyarakat untuk tidak tergiur dengan tawaran jalan pintas dalam urusan hukum. Proses hukum yang sah harus melalui lembaga resmi, dan masyarakat diminta untuk melakukan pengecekan langsung jika merasa ragu terhadap suatu dokumen.

Sementara itu, korban menyatakan akan melaporkan dugaan tindak pidana pemalsuan ini ke pihak kepolisian. Ia berharap pihak berwenang segera mengusut tuntas kasus ini, termasuk menelusuri kemungkinan adanya korban lain yang menjadi sasaran modus serupa.

Hingga berita ini diturunkan, belum ada pernyataan resmi dari pihak yang disebut sebagai terduga pelaku. Namun desakan publik agar aparat hukum bertindak tegas terus menguat. Kejadian ini membuka mata banyak pihak tentang pentingnya kehati-hatian dalam berurusan dengan profesi hukum, sekaligus menjadi peringatan bahwa pemalsuan dokumen negara bukan hanya kejahatan administratif, tetapi juga pelanggaran serius terhadap sistem peradilan.


(Hs/Jm)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *