Jakarta — Badan Gizi Nasional (BGN) terus melakukan modernisasi tata kelola Program Makan Bergizi Gratis (MBG) tahun anggaran 2025. Kini, seluruh data penerima terintegrasi secara langsung dengan dua basis data pendidikan terbesar di Indonesia, yaitu DAPODIK (Data Pokok Pendidikan) milik Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi serta EMIS (Education Management Information System) milik Kementerian Agama.
Kebijakan berbasis teknologi ini tertuang dalam Keputusan Kepala BGN Nomor 63 Tahun 2025 tentang Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Bantuan Pemerintah Program MBG. Integrasi ini menjadi tonggak penting dalam memastikan program bantuan gizi nasional lebih akurat, transparan, dan tepat sasaran.
“Seluruh penerima manfaat kini diverifikasi secara digital melalui basis data resmi pemerintah. Sistem ini memastikan tidak ada lagi penerima ganda, data fiktif, atau tumpang tindih. Setiap porsi bantuan akan diterima oleh mereka yang benar-benar berhak,” ujar Kepala Biro Hukum & Humas BGN, Khairul Hidayati di Jakarta, Senin (8/9).
Jika sebelumnya proses pendataan dilakukan secara manual oleh berbagai instansi sehingga berpotensi menimbulkan duplikasi, keterlambatan, atau ketidaktepatan sasaran, kini data peserta didik secara otomatis terhubung dan terverifikasi berdasarkan Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan Nomor Induk Siswa Nasional (NISN).
Untuk kelompok non-pelajar seperti ibu hamil, menyusui, dan balita, pendataan juga akan memanfaatkan basis data Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) serta hasil verifikasi lapangan oleh Puskesmas, Posyandu, dan kader kesehatan.
“Kami ingin memastikan setiap bantuan gizi yang diberikan tepat sasaran. Integrasi digital ini menjadi fondasi penting bagi tata kelola program yang bersih, efisien, dan kredibel,” tambah Hida.
Pantauan Real-Time dan Pencegahan Penyimpangan
Melalui sistem digital terintegrasi ini, pemerintah dapat melakukan pemantauan secara real-time terhadap jumlah dan profil penerima manfaat di setiap satuan pendidikan, lembaga keagamaan, maupun wilayah administratif.
Fitur verifikasi silang juga memungkinkan data penerima dibandingkan dengan berbagai program bantuan sosial lain, sehingga risiko penyalahgunaan data, penerima ganda, atau penyimpangan distribusi dapat diminimalkan.
Tak hanya itu, data yang terkumpul akan menjadi dasar perumusan kebijakan gizi nasional jangka panjang, seperti pemetaan wilayah rawan stunting, daerah dengan kekurangan gizi mikro, hingga lokasi prioritas pembangunan dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG).
“Dengan data yang akurat dan menyeluruh, kami dapat menentukan strategi intervensi yang lebih tepat, mengetahui wilayah dengan kebutuhan paling mendesak, hingga menyusun menu yang sesuai karakteristik lokal,” tutup Hida.
Biro Hukum dan Humas
Badan Gizi Nasional








